
MBAY, jurnalntt.com| Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap tanggal 6 Juni, masyarakat Kabupaten Nagekeo yang tergabung dalam Forum Peduli Lingkungan Hidup Kevikepan Mbay, Keuskupan Agung Ende, menggelar aksi damai yang pada intinya menolak pembangunan proyek pana bumi (geothermal) yang belakangan telah menyedot perhatian publik NTT dan masyarakat Flores pada khususnya.
Aksi Damai tersebut juga menjadi seruan nurani dan sikap tegas rakyat Nagekeo terhadap dampak ancaman eksploitasi sumber daya alam, khususnya terhadap kebijakan Pemerintah Pusat yang telah telah menetapkan Flores sebagai Pulau Geothermal.
Dalam aksi tersebut, massa bergerak mulai dari halaman Sekretariat Bersama Rumah Kevikepan Mbay, dilanjutkan dengan long march menuju Kantor Bupati dan DPRD Nagekeo, lalu kembali ke titik awal.
Mengusung tema “Jaga Tanah, Rawat Air, Lindungi Anak Cucu” sejalan dengan tema global “Our Land, Our Future. We are #GenerationRestoration”, aksi damai tersebut menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan bumi untuk generasi mendatang.
Massa aksi yang tergabung dalam Forum Peduli Lingkungan Hidup menyerukan beberapa poin tuntutan, yakni:
Pertama, menolak seluruh proyek geothermal yang telah dan sedang disurvei di wilayah Nagekeo, karena mengancam ruang hidup, ekosistem, serta warisan budaya masyarakat.
Kedua, mendesak Bupati, Wakil Bupati, dan DPRD Nagekeo untuk secara resmi menyatakan penolakan terhadap proyek-proyek tersebut dan mengirim surat kepada Pemerintah Pusat dan Kementerian ESDM guna mencabut Keputusan Menteri ESDM Nomor: 2268K/30/MEM/2017 yang menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Ketiga, meminta komitmen politik dan moral dengan penandatanganan Surat Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Nagekeo, DPRD, dan Gereja Kevikepan Mbay, guna melindungi lingkungan Nagekeo.
Keempat, menuntut sikap tegas dan transparan dari para pemimpin daerah, menolak sikap netral yang ambigu, dan meminta kejelasan: berpihak kepada rakyat atau kepentingan investor.
Koordinator Aksi, RP. Marselinus Kabut, OFM, mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan awal dari gerakan panjang rakyat sadar lingkungan.
“Tanah bukan komoditas. Air bukan barang dagangan. Generasi masa depan bukan korban investasi,” tegas Pater Marsel.
Sementara itu, Vikaris Episkopal Kevikepan Mbay, RD. Asterius Lado, menegaskan dukungan penuh Gereja terhadap upaya warga menjaga bumi sebagai warisan leluhur.
Romo Aster menegaskan bahwa forum tersebut akan terus melakukan pendidikan ekologi berbasis komunitas, membangun gerakan anti-eksploitasi energi kotor, dan merajut aliansi lintas iman dan budaya sebagai bagian dari komitmen menyelamatkan lingkungan hidup.
“Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Nagekeo: bersatulah menjaga bumi! Kami menyerukan kepada pimpinan daerah: berpihaklah pada rakyat, bukan kepada investor!” tegas Romo Aster Lado.*
