Bawaslu NTT Identifikasi TPS Rawan Jelang Pilkada

Posted by : jurnalnt November 22, 2024 Tags : BAWASLU NTT , BENCANA , Pemilu

KUPANG,jurnalntt.com| Bawaslu NTT melakukan identifikasi dan pemetaan Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan pada Pemilihan Tahun 2024.

Pemetaan TPS Rawan bertujuan melakukan mitigasi terhadap segala bentuk gangguan/hambatan dan pelanggaran di TPS pada hari pemungutan suara.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Provinsi Nusa Tenggara Timur Nonato Da Purificacao Sarmento, S.Si didampingi  Amrunur muh darwan, S. Si Divisi Pencegahan, partisipasi masyarakat dan hubungan masyarakat kepada awak media pada konferensi pers yang berlangsung di Hotel Kristal Jumat,22/11/2024.

Menurut Nonato Hasilnya, terdapat 5 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 11 indikator yang banyak terjadi, dan 4 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi.

Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 28 indikator, diambil dari sedikitnya 3.442 kelurahan/desa di 22 Kabupaten/Kota yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 s.d 15 November 2024.

Menurut Nonato, Variabel dan indikator potensi TPS rawan adalah Pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdaftar di DPT, Riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan/atau Riwayat PSU/PSSU). Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara). Ketiga, politik uang. Keempat, politisasi SARA. Kelima, netralitas (penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa). Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan). Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus). Kedelapan, jaringan listrik dan internet.

Adapun hasilnya ada 5 indikator  Potensi TPS Rawan Yang Paling Banyak Terjadi

  • 143 TPS yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT;
  • 313 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (Meninggal Dunia, Alih Status menjadi TNI/Polri);
  • 542 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS;
  • 309 TPS yang terdapat Penyelenggara Pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas;
  • 224 TPS yang terdapat Pemilih Pindahan (DPTb)

Sementara itu Indikator Potensi TPS Rawan yang Banyak Terjadi

  • 973 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS
  • 545 TPS yang terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT (DPK)
  • 303 TPS yang sulit dijangkau (geografis dan cuaca.
  • 236 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu
  • 145 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemiliha
  • 144 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU).
  • 138 TPS yang yang didirikan di wilayah rawan bencana (contoh: banjir, tanah longsor, gempa, dll)
  • 119 TPS memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS
  • 114 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilihan.
  • 110 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu
  • 108 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS

Sedangkan Indikator Potensi TPS Rawan yang Tidak Banyak Terjadi Namun Tetap Perlu Diantisipasi ada 4 yakni: 80 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon, 71 TPS yang terdapat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, antar golongan di sekitar lokasi TPS, 54 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik, 46 TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri, dan/atau Perangkat Desa yang melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.

Lebih lanjut Nonato menjelaskan Strategi Pencegahan dan Pengawasan.Pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota daerah, Pasangan Calon, Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, media dan seluruh masyarakat di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilihan yang demokratis.

Terhadap data TPS rawan di atas, Bawaslu NTT melakukan strategi pencegahan, di antaranya: Melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, Mengimbau kepada KPU NTT untuk melakukan penguatan kapasitas kepada jajaran KPPS secara intensif, Koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, Sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, Kolaborasi dengan pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif, dan Menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online.

Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih.

Ditambahkan Nonato, Berdasarkan Pemetaan TPS rawan, Bawaslu NTT merekomendasikan KPU NTT untuk menginstruksikan kepada jajaran KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS untuk: Melakukan antisipasi kerawanan sebagaimana yang telah disebutkan di atas; , Melakukan pencermatan terhadap akurasi data pemilih dan verifikasi secara ketat terhadap kebenaran/keabsahan dokumen pengguna hak pilih di TPS sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan; dengan Berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

Melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat (jumlah, sasaran, kualitas, waktu), melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat

Untuk diketahui dari hasil pemetaan, Bawaslu mengidentifikasi delapan variabel dengan total 28 indikator kerawanan TPS, antara lain penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang, politisasi SARA, netralitas, logistik, lokasi TPS, serta jaringan listrik dan internet.

Indikator Kerawanan Paling Banyak Terjadi

Bawaslu menemukan lima indikator kerawanan utama dengan jumlah TPS terdampak tertinggi, yaitu:

1.Pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT (4.143 TPS), tersebar di wilayah seperti Lembata, Timor Tengah Selatan, Sumba Timur, dan Kota Kupang.

2.Pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat (2.313 TPS), ditemukan di kabupaten seperti Sumba Timur, Sumba Barat, dan Flores Timur.

3.Penyelenggara Pemilu yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempat bertugas (1.309 TPS), banyak terjadi di Kota Kupang, Manggarai, dan Sumba Barat.

Pemilih pindahan (DPTb) (1.224 TPS), terutama di wilayah Sumba Timur, Flores Timur, dan Lembata.

Potensi pemilih memenuhi syarat namun tidak terdaftar di DPT (DPK) (545 TPS), ditemukan di Sumba Timur, Kabupaten Kupang, dan Timor Tengah Selatan.

Indikator Keamanan dan Pelanggaran Lainnya

Bawaslu juga mencatat 11 indikator lainnya dengan jumlah kasus yang cukup signifikan, seperti intimidasi kepada penyelenggara (145 TPS), riwayat kekerasan di TPS (119 TPS), praktik politik uang (108 TPS), dan penghinaan berbasis SARA di sekitar lokasi TPS (71 TPS).

Sementara itu, terdapat pula empat indikator kerawanan yang lebih jarang terjadi, tetapi tetap memerlukan perhatian, seperti TPS yang didirikan dekat rumah pasangan calon (80 TPS) atau di wilayah rawan konflik (54 TPS).

Strategi Pencegahan dan Pengawasan

Hasil pemetaan ini menjadi rujukan bagi Bawaslu, KPU, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan seluruh pemangku kepentingan untuk mencegah potensi gangguan. Strategi yang dilakukan meliputi: Patroli pengawasan di TPS rawan.Penguatan kapasitas petugas KPPS melalui pelatihan intensif.Koordinasi lintas sektor, termasuk aparat keamanan dan tokoh masyarakat.Sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat untuk meningkatkan partisipasi aktif.Pendirian posko pengaduan masyarakat, baik secara online maupun offline.

Bawaslu juga menekankan pentingnya pengawasan langsung terhadap distribusi logistik dan pelaksanaan pemungutan suara sesuai aturan.

Rekomendasi kepada KPU

Bawaslu merekomendasikan KPU untuk,: Meningkatkan akurasi data pemilih dan memverifikasi dokumen pemilih, Memastikan distribusi logistik tepat waktu dan sesuai kebutuhan,Berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memitigasi potensi gangguan di TPS.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pelaksanaan Pemilu 2024 di NTT dapat berjalan lancar dan Aman. *

 

RELATED POSTS
FOLLOW US