Menguatkan Gerakan Warga: Pembelajaran Antarkomunitas sebagai Strategi Perjuangan

Posted by : jurnalnt May 28, 2025 Tags : HATAM , LAPINDO , LENGKO

FLORES,jurnalntt,com| – Ratusan warga dari berbagai komunitas masyarakat terdampak kebijakan ekstraktif rezim oligarki mengikuti kelas pembelajaran di hari kedua pada peringatan Hari Anti-Tambang (HATAM) 2025 di Mataloko, NTT, Selasa, 27 Mei 2025

Mereka berasal dari berbagai zona pengorbanan ekstraktif mulai dari Sarulla, Sumatera Utara hingga Dieng, Jawa Tengah yang kini tengah berhadapan dengan krisis akibat tambang panas bumi.

Ada pula komunitas warga yang kini tengah menghadapi berbagai krisis akibat keberadaan tambang gamping di Lengko Lolok, Flores dan korban lumpur lapindo di Porong, Sidoarjo.

Pembelajaran antarkomunitas ini merupakan ruang temu untuk menguatkan pengetahuan warga melalui pembelajaran hukum untuk warga biasa, jurnalisme warga, sains untuk warga.

Ada pula pembuatan sabun organik dan eco enzim untuk merawat kemandirian warga melawan sekaligus memulihkan dampak negatif dari industri ekstraktif yang merusak lingkungan.

Mosaik Penguatan Pengetahuan Warga

Harwati (48), warga korban lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur, bersemangat mengikuti kelas sains untuk warga yang berisi sekitar 40-an warga. Kelas tersebut dirancang agar warga dapat memonitor kualitas lingkungan hidupnya yang dirusak oleh industri ekstraktif secara mandiri, dengan peralatan sederhana. Harwati menuturkan selama empat jam, ia mempelajari cara mendeteksi kontaminasi pada udara dan air menggunakan alat-alat yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dengan mempraktikkannya secara langsung.

Dalam praktik itu, didapati indikasi pencemaran berat yang terjadi di dua lokasi sungai yang berbeda, yang diduga akibat kehadiran tambang geothermal.

Menurut Harwati, praktik uji kualitas air dan udara yang dilakukan menjadi temuan awal yang dapat ditindaklanjuti warga.

“Kami bisa menindaklanjuti dengan melakukan uji laboratorium untuk memastikan seberapa buruk tingkat pencemaran yang terjadi, karena berhubungan dengan kesehatan warga yang terpapar sehari-hari yang mengonsumsi air tersebut dan menghirup udara tersebut,” kata dia.

Kelas ini difasilitasi oleh Posko Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Lumpur Lapindo (Posko KKLula) dan periset JATAM.

Selain itu, ada pula kelas penguatan hukum untuk warga biasa yang bertujuan untuk membekali komunitas warga yang akhir-akhir ini kerap dibungkam melalui kriminalisasi. Setiap tahunnya, angka kekerasan dan kriminalisasi selalu meningkat. JATAM mencatat ada 375 korban dari 33 wilayah selama satu dekade terakhir.

Sementara itu, sejak dilantiknya rezim ekstraktif Prabowo-Gibran hingga April 2025, terdapat 89 warga yang diadang kriminalisasi saat mempertahankan ruang hidupnya dari perampasan sistematis yang disponsori negara-korporasi.

Dalam kelas yang difasilitasi oleh KontraS, YLBHI, JPIC OFM, Tim Hukum KAE, Terranusa, JATAM dan Trend Asia tersebut bertujuan untuk membekali warga dengan strategi advokasi dan perlindungan hukum berbasis komunitas agar mereka tidak lagi menjadi korban tanpa perlindungan.

Dengan peningkatan pengetahuan ini, diharapkan warga dapat lebih siap menghadapi berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari perampasan tanah, kriminalisasi, intimidasi, hingga kekerasan negara-korporasi.

Sementara di kelas jurnalisme warga, Editor Floresa Anno Susabun, Editor Ekora Adeputra Moses, dan Editor Mongabay Indonesia Sapariah Saturi, memfasilitasi berbagai komunitas warga untuk terlibat dalam menyiarkan peristiwa dari tapak. Dengan harapan bahwa warga menjadi penyedia informasi bagi media-media independen, baik yang berbasis di daerah maupun nasional. Dalam kelas ini, warga mempraktikkan secara langsung cara-cara merumuskan informasi berdasarkan unsur dasar jurnalistik.

Di kelas pembuatan sabun dan eco-enzyme, Arif Harmi Hidayatullah dari Rumah Baca Aksara (RBA) memfasilitas puluhan komunitas warga yang antusias. Kelas ini bertujuan untuk membekali warga dengan pengetahuan pembuatan produk organik dengan menggunakan sumber daya lokal. Selain itu, kelas ini juga bertujuan untuk membekali warga dengan pengetahuan membuat pupuk organik menggunakan limbah organik (eco-enzyme).

Selain membangun pengetahuan, berbagai kelas workshop ini juga bisa membangun solidaritas, dan merumuskan strategi perlawanan kolektif. Dengan kata lain, workshop bukan sekadar ruang diskusi, tetapi juga bentuk perlawanan kultural dan politik—tempat di mana warga bisa merebut kembali narasi tentang tanah, hidup, dan masa depan mereka. *

RELATED POSTS
FOLLOW US