
KUPANG, jurnalntt.com| Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat inflasi tahunan (year-on-year/y-on-y) sebesar 1,60 persen pada Mei 2025, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 107,63 .
Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar 3,59 persen , sedangkan inflasi terendah 0,71 persen terjadi di Kupang.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, Matamira B.Kale pada giat press Conference di Kantor BPS NTT Selasa, 2 Juni 2025.
Menurut Matamira inflasi tahunan dipicu oleh kenaikan harga sebesar 9 dari 11 kelompok pengeluaran, terutama pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang naik hingga 8,46 persen , serta makanan dan restoran.
“Selain perawatan pribadi, kenaikan harga juga terjadi secara signifikan pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2,57 persen , serta kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 2,00 persen ,” ujar Matamira.
Kelompok lain yang ikut mendorong inflasi adalah:
Pakaian dan alas kaki sebesar 0,58 persen
Perumahan, udara, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,09 persen
Perlengkapan, perkakas, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,36 persen
Kesehatan sebesar 1,05 persen
Rekreasi, olah raga, dan budaya sebesar 0,08 persen
Pendidikan sebesar 1,46 perse
Sementara itu, dua kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks harga
Transportasi turun sebesar 0,42 persen
Informasi, komunikasi, dan jasa keuangan turun sebesar 0,18 persen
BPS juga mencatat bahwa pada bulan Mei 2025, Provinsi NTT mengalami deflasi dari bulan ke bulan (m-to-m) sebesar 0,40 persen , yang berarti inflasi year-to-date (y-to-d) sebesar 1,16 persen .
Matamira menambahkan bahwa penurunan harga transportasi disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara di beberapa wilayah, sedangkan penurunan pada kelompok dan komunikasi dipengaruhi oleh potongan harga produk digital dan layanan data.
“Kondisi ini menunjukkan dinamika harga yang cukup stabil, namun tetap perlu diwaspadai karena beberapa kelompok pengeluaran seperti makanan dan perawatan pribadi mengalami tekanan harga,” ungkap Matamira.
Kepala BPS NTT menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk menjaga kelancaran distribusi barang dan menstabilkan harga kebutuhan pokok, terutama menjelang semester kedua yang sering kali diwarnai dengan kenaikan permintaan barang dan jasa.(Vir)
