Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau Jadi Pemicu Utama Inflasi NTT Juli 2025

Posted by : jurnalnt August 2, 2025 Tags : BPS NTT , Deflasi , Ekonomi

KUPANG,jurnalntt.com | Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali mencatatkan kenaikan inflasi pada Juli 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi bulanan di provinsi ini mengalami peningkatan yang dipicu oleh naiknya harga pada tujuh kelompok pengeluaran utama rumah tangga.

Menurut data BPS, inflasi bulanan sebesar 0,96 persen pada Juli 2025, setelah sebelumnya mengalami deflasi pada Mei dan Juni masing-masing sebesar 0,40 persen dan 0,11 persen. mencapai 0,38 persen (month to month/mtm).

Hal ini disampaikan kepala Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, Matamira B. Kale saat jumpa pers bersama awak media di aula Kantor BPS NTT Jumat,1/8/2025.

Inflasi bulan Juli dipengaruhi oleh kenaikan harga pada tujuh dari sebelas kelompok pengeluaran. Kelompok makanan, minuman, dan restoran memberikan andil tertinggi dengan inflasi sebesar 1,97 persen dan kontribusi terhadap inflasi umum sebesar 0,74 persen. Kelompok transportasi berada di urutan kedua dengan inflasi sebesar 1,49 persen dan andil 0,20 persen.

“Inflasi bulan Juli dipengaruhi oleh kenaikan harga pada tujuh dari sebelas kelompok pengeluaran. Kelompok makanan, minuman, dan restoran,” ungkap Matamira.

Sementara secara tahunan (year-on-year), inflasi NTT pada Juli 2025 mencapai 3,03 persen, meningkat tajam dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat 1,72 persen. Inflasi tahun kalender (Januari–Juli 2025) tercatat sebesar 2,01 persen.

Matamira dalam keterangannya, menjelaskan bahwa peningkatan inflasi ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi bulan ini. Beberapa komoditas yang mengalami lonjakan harga signifikan antara lain cabai rawit, bawang merah, beras, serta rokok kretek filter.

Beberapa komoditas utama penyumbang inflasi Juli 2025 antara lain ikan tongkol (0,28 persen), daging ayam ras (0,18 persen), angkutan udara (0,17 persen), cabai rawit (0,15 persen), dan tomat (0,11 persen). Kenaikan harga sejumlah komoditas tersebut dipicu oleh gangguan pasokan yang berkaitan dengan kondisi cuaca.

Sebaliknya, dua kelompok pengeluaran tercatat mengalami deflasi, yakni kelompok kesehatan (-0,05 persen) serta kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (-0,05 persen), masing-masing menahan inflasi sebesar -0,01 persen.

Matamira menambahkan komoditas yang menahan laju inflasi bulan Juli di antaranya rempah-rempah (0,04 persen), sabun mandi (0,03 persen), kol putih (0,02 persen), bayam (0,01 persen), dan jeruk nipis (0,01 persen

Komoditas dengan andil terbesar terhadap inflasi tahunan adalah cabai rawit (0,58 persen), emas perhiasan (0,44 persen), bawang merah, kopi bubuk, dan daging ayam ras. Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi seperti tempe (-0,03 persen), angkutan laut (-0,03 persen), dan telur ayam ras (-0,08 persen).

Dari sisi wilayah, inflasi bulanan terjadi di seluruh daerah pemantauan di NTT. Kota Kupang mencatat inflasi bulanan tertinggi sebesar 1,21 persen, disusul Maumere dan Atambua. Inflasi terendah tercatat di Waingapu sebesar 0,47 persen. Secara tahunan, inflasi tertinggi juga terjadi di Kota Kupang dengan 5,01 persen, sedangkan Waingapu mencatatkan inflasi tahunan sebesar 4,02 persen.

Pemerintah Provinsi NTT menyatakan terus berupaya menekan laju inflasi melalui sinergi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).

Langkah-langkah strategis seperti operasi pasar murah, distribusi logistik pangan, dan penguatan stok komoditas utama terus dilakukan, khususnya di daerah-daerah yang rentan terhadap gejolak harga.

Meski demikian, tantangan ke depan masih besar, terutama terkait cuaca ekstrem, gangguan distribusi, serta kenaikan harga energi dan bahan bakar yang memiliki efek domino terhadap harga barang dan jasa lainnya.

Dengan kenaikan inflasi ini, masyarakat diimbau lebih bijak dalam berbelanja, sementara pemerintah diharapkan terus memantau perkembangan harga dan mempercepat respons kebijakan pengendalian harga.(Vir).

RELATED POSTS
FOLLOW US